Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin
berjilbab. Syubhat yang ‘ngetrend’ dan biasa kita dengar adalah ”Buat apa
berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ‘ngerumpi’ berbuat
maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati!
lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya.
Syubhat lainnya lagi adalah ”Liat tuh kan ada hadits yang
berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah
melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau
hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!.
Benarkah demikian ya ukhti,, ??
Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang
berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat
kepada Allah Ta’ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang
mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah
agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan
suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani,
Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara
mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda
setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan
“tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk
islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan
sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan
yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.
Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita
di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah
ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia
sama dengan wanita non muslimah lainnya.Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan
“alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu “ala llah’ artinya hukum itu
dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah
Allah.
Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati
ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam)
begitupula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah
wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi
mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat
QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka
menolak perintah Allah Ta’ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai
mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka. Apa yang
ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits diatas, banyak diantara saudara kita
yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya.
Lengkapnya adalah sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu
dia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk
tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia
melihat hati-hati kalian “(HR. Muslim 2564/33).
Hadits diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34
sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian
dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim
2564/34).
Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila
hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia
ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu,
berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah
menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah
atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam
beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik
manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang
yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah
lainnya.
Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah
Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu
Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah
Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia
jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh
masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan
sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika
shalat. Aduhai,..betapa lalainya kita ini,..banyak memanjangkan angan-angan dan
harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan
dengan generasi pendahulu kita.
Artikel di Petik daripada :
Yusof Mansur Network